.avatar-image-container img { background: url(http://l.yimg.com/static.widgets.yahoo.com/153/images/icons/help.png) no-repeat; width: 35px; height: 35px; }

"Memento Mori"

What is the PRECIOUS thing you TREASURE most in your LIFE?

"Memento Mori" means:

Remember you are mortal...

Vita brevis breviter in brevi finietur,
Mors venit velociter quae neminem veretur,
Omnia mors perimit et nulli miseretur,

Ad mortem festinamus peccare desistamus.


Ruang Sidang

Ketika kejujuran acapkali dicabik-cabik dengan feodalitas peraturan formal, kata-kata pun samar membentang hingga ke seluruh ruang tapi akan terbanting ke lantai, jatuh dengan mengatasnamakan hukum. Padahal apalah hukum di sebuah ruangan sempit seperti ruang sidang? Nama keadilan hanya mengetuk pintu hati yang sudah terbuka, tapi jika pintu-pintu itu sengaja menutup dari semula? Ketika palu itu diketuk, ada yang tersenyum lebar, ada yang berpucat pasi, ada wajah-wajah tirus mengeras tanpa kompromi, beberapa orang yang hadir turut mengucapkan syukur, tetapi beberapa yang lain saling bersumpah serapah. Sayangnya, hampir kekesalan mereka hanya terpantul pada dinding tanpa bisa membalas apa. Cuma asa yang semakin meredup, tinggal dahi yang tambah mengerut. Dan lagu Gie pun berdendang:

"Tak pernah berhenti berjuang, pecahkan teka-teki keaaaaaaa....diiii.....laaaan...." :D

Dan kini, bayangkan jika anda dihadapkan dengan sebuah ruang sidang raksasa beratapkan langit biru, menjejakkan kaki di atas permadani dari tanah dengan dihadiri peserta sidang dari seluruh manusia di muka bumi. Dan disana, ada seorang tua berjanggut putih nan lebatnya, dengan plat nama berinisialkan "J" tersekat di dada, duduk dengan raut muka bosan menatap anda yang kini sedang menjadi seorang pengacara profesional, bersama seorang klien yang duduk di sebelah anda bernama Ryo Felsu - anda bisa melihat bahwa dia sedang dalam gugup yang amat sangat. Seorang jaksa dengan kliennya duduk berseberangan dengan kalian berdua. Tetapi ada satu kesamaan, mata kalian semua tajam mengarah saling berhadapan. Sedangkan si Orang Tua? Dia tidak usah banyak mengobral kata, tetapi moral 'keadilan' terletak di palu yang kini ia genggam. Bagaimana sidang berakhir, apakah "Guilty!" atau "Not Guilty" yang akan menjadi kata terakhir yang ia ucapkan, tugas andalah untuk mengarahkannya. Baginya proses sidang harus sesuai tuntutan mekanisme dan kata-katanya terlalu berharga untuk dihamburkan-hamburkan. Tetapi satu nasehat saya untuk anda, kebalikan dari Orang Tua, kata-kata anda adalah senjata. Gunakan seefisien dan semaksimal mungkin. Sidang dimulai.

~{x-Penasaran? Langsung aja klik judulnya untuk artikel lebih lengkap...-x}~

Dimulai dengan beberapa tuntutan jaksa kepada klien, sidang berjalan alot. Klien anda tertuduh telah melakukan pelanggaran tindak kekerasan sosial karena telah berani melawan hukum. Cuma itu saja... melawan hukum. "Hukum apa?", begitu anda balik bertanya. Tetapi sang jaksa malah berbalik membantah anda, "Hukum apa anda tanya? Anda masih saja berpura-pura sedang banyak bukti sudah ada telah menunjukkan bahwa klien anda tidak mengikuti paradigma dan ideologi yang sudah ditanamkan oleh negeri ini? Itu adalah sikap oposisi terhadap negara!".

"Tunggu..", anda berkata dengan tenang. "Apakah salah jika kita mempunyai ideologi dan prinsip yang lantas kita pegang teguh dan tidak terpengaruh dengan kondisi lingkungan sekitar? Saya yakin anda juga berprinsip sama, karena jika tidak, maka anda kini sudah beralih posisi menjadi pengacara juga karena terpengaruh oleh saya." Muka si jaksa berubah kecut. Dan sidang pun terus berjalan lancar, walau perdebatan alot disana-sini karena hukum itu kaku dan mengikat, yang kini jemarinya mengikat klien anda dengan kencang, tetapi palu pun diketuk sudah. Pertanyaannya, apakah klien anda kemudian terbukti bersalah? Ataukah ia malah sanggup berdiri tegak, tersenyum seakan-akan beban dunia baru saja diangkat dari pundaknya? Itu semua tergantung usaha anda dalam sidang tadi. Semakin gigih anda berjuang membela apa yang hati nurani anda rasakan benar, maka semakin manis pulalah buah akan anda petik. Sebaliknya, jika tidak, atau bahkan putus asa sebelum mencoba, anda gagal dan dunia akan terus menertawakan anda.

Kisah di atas sebenarnya adalah parodi mengenai hidup kita sendiri. Nama si Terdakwa dalam kasus diatas - Ryo Felsu - adalah anagram dari bahasa Inggris: your self. Tugas anda sebagai pengacara adalah bagaimana membela, membuktikan bahwa apa yang anda yakini benar dan anda berjuang untuk itu! Tapi terserah, apapun hasilnya, entah anda mau menjual ideologi murah dengan meninggikan nama 'sains' di atas agama (mungkin), itu semua pilihan anda. Anda yang memilih, anda yang berhak menentukan. Sedangkan Orang Tua dengan plat nama 'J' adalah takdir. Takdir tidak menentukan arah hidup anda, tetapi anda lah yang berjuang untuk itu dan takdirlah si penentu akhir, tentu masih dengan kuasa Sang Pengatur Segala. Dengan menyandang status 'profesional' yang telah saya tuliskan di atas, sebenarnya kata tersebut adalah tuntutan agar anda terus berjuang sampai akhir dan menyelesaikan semua dengan totalitas perfeksionis. Dalam hidup, kita seharusnya bersikap seperti itu, tetapi pada akhirnya banyak yang sudah lupa dari realita lalu tergelincir jatuh ke alam imaji mereka. Tumbang satu-satu, terkapar setelah dibogem dengan selembar cek atau segepok duit.

Penulis miris melihat di Indonesia banyak kasus-kasus yang timbul-tenggelam gak jelas. Sebut saja salah satu pejuang HAM Indonesia dan juga pendiri Kontras (Komosi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan), Munir, yang tewas diracun arsenik dalam perjalanannya dari Jakarta ke Amsterdam. Sudah basi memang, tetapi tetap bagi penulis untuk tetap mempertahankan ideologi dan semangatnya agar tidak berceceran tumpah sia-sia. Dia sudah berjuang keras memerangi human-trafficking pada masa Orba yang dilakukan oleh rezim TNI, tetapi kasus human-trafficking tidak berhenti sampai disitu saja. Sampai sekarang, masih banyak para WNI yang lenyap begitu saja. Tidak ada jejak. Oke lah jika pembunuh Munir, yaitu Pollycarpus si pelaku dan Muchdi PR selaku otak kriminalnya sudah dijebloskan dalam bui, tetapi ada sebuah kejanggalan yang tertangkap, yaitu keterlibatan Badan Intelijen Negara (BIN) yang ikut merekemondasikan Pollycarpus untuk memiloti Garuda, padahal mereka mengerti bahwa Polly sedang cuti. Lantas disini muncul pertanyaan, apakah BIN adalah rekayasa politik sebagai ganti 'Tim Mawar' yang sudah buruk citranya di masyarakat? Mengapa harus Polly yang ditunjuk menjadi pilot? Apa semua pilot lain waktu itu lagi shopping bareng-bareng di Senayan sehingga susah dihubungi? Tetapi saat diselidiki, tidak jelas siapa staf dari BIN yang memberi rekomendasi. Aneh.

Lalu muncul kasus Cicak-Buaya. Masyarakat dibuat kaget saat hakim tunggal Nugraha Setiadji memutuskan Bibit-Chandra bersalah dengan tuduhan pemerasan yang dilakukan terhadap Anggoro Widjojo. Padahal selang beberapa waktu kemudian, Boediono-Sri Mulyani akan dipanggil oleh KPK terkait kasus CIC. Apakah mungkin pengadilan segera diberhentikan agar KPK tidak bisa lagi unjuk gigi? Penulis juga ragu atas rekomendasi tim-8 SBY yang menghentikan kasus Bibit-Chandra terkait alasan psikologis. Sudah jelas bukti-bukti otentik yang menunjukkan Anggoro-Anggodo dalam kesalahan mereka, tetapi hukum yang kolot itu akhirnya dapat ditaklukkan dengan alasan psikologis dan sosiologis ? (tambahan, selengkapnya silahkan baca di SiDu) Kira-kira hakim 'adil' mana yang memperbolehkan barang bukti langsung dapat dikalahkan oleh barang bukti tak langsung yang dipadu dengan alasan yang kurang dapat diterima oleh masyarakat? Walaupun Humas Pengadilan Negeri (PN) JakSel Ida Bagus Dwiyantara menandaskan bahwa keputusan yang diambil Nugraha masih dalam koridor hukum, penulis yakin jika sistem Hung Jury* diterapkan disini, pasti Bibit-Chandra sudah bernafas lega sekarang.

Melihat kasus Munir, mungkin sempat terbersit rasa khawatir jika anda ragu untuk tetap mempertahankan ideologi - atau saya ganti, idealisme yang anda miliki kini. Bagaimana jika idealisme anda tidak disepakati oleh orang banyak? Bagaimana jika idealisme yang anda genggam kuat ternyata hanyalah idealisme ompong yang salah kiprah? Atau mungkin bukan idealisme, hanya prinsip. Ternyata selama ini prinsip yang anda percayai benar, rupa-rupanya bertentangan dengan tolak ukur agama?! Jika pernah muncul pertanyaan-pertanyaan seperti ini di otak, mungkin anda setingkat lebih dekat dalam memahami kinerja sistem hidup. 

Penulis sendiri lebih cenderung mempertahankan idealisme yang telah lama dipegang, daripada harus menukarnya dengan yang lain. Perlu digarisbawahi, disini idealisme tidak bersangkutan dengan ilmu atau apa, tetapi lebih mengerucut ke arah jalan pikir dan alur yang akan dijalani dalam proses menuju tingkat kedewasaan. Walau harus berkorban jiwa seperti Munir, penulis akan lebih tenang karena paham bahwa agama yang saya anut adalah agama yang sangat adil dan saya berjuang untuknya. Sangatlah beruntung karena selama ini, penulis telah menemui beberapa orang yang sangat brilian dalam pemikiran mereka, terutama dalam ilmu pasti, tetapi lupa atas agama, lupa darimana kulit mereka terbuat, lupa atas esensi yang terkandung dari makna dibalik topeng 'ilmuwan' yang mereka kenakan.

Karena hidup adalah ruang sidang. Dimana kita berjuang bukan untuk menegakkan, tapi 'mencuri' kebenaran. Jaksa dan pengacara bukanlah dua kubu yang saling bertikaian, saling menikam di belakang, tetapi sebenarnya keduanya adalah poros untuk memutar roda persidangan untuk merebut keadilan dan menuntun si Hakim untuk mementung palunya ke kepala mereka yang bathil wa dzalim. Kepada mereka yang berjalan di atas shirothul-mustaqim, jasa kitalah nanti si Hakim akan mengetukkan palunya agar mereka bisa terus berkepak bebas. Kepada kita dan anda, para pembaca yang terhormat, saya persilahkan, "Selamat datang di ruang sidang! Dimana kata-kata adalah senjata yang lebih mematikan dari pisau yang siap menikam dan anda bebas memilih melodi apa yang akan anda mainkan! Apakah hakim? Ataukah juri? Mungkinkah jaksa? Atau tidak lain dan tidak lebih, si pengacara? Anda bebas memilih."


Sekarang bukan lagi masanya Orba, seharusnya revolusi atau demokrasi sudah bisa menancapkan taringnya. Tapi masih saja ada rasa takut di beberapa pikiran warga. Kepada kata, mereka masih ragu menggantungkan harapan dan cita. Padahal, seandainya mereka tahu, dunia ini hanyalah panggung ruang sidang yang didalamnya bergema kekuatan kata. "Kok bisa? Karena sementara palu dapat digunakan sebagai pengganti 'penakanan' dalam percakapan, kata-kata selalu akan mempertahankan kekuasaan mereka. Kata menawarkan arti pada makna, dan bagi mereka yang mau mendengarkan, ucapan kebenaran."

"Why? Because while the truncheon may be used in lieu of conversation, words will always retain their power. Words offer the means to meaning, and for those who will listen, the enunciation of truth." ~V said in V for Vendetta (movie)~

Note:
*Hung Jury, yaitu sistem pengadilan yang mengambil para hakim dari beberapa warga biasa (jadi hakim disini bukan tunggal, tapi majemuk) yang tidak pernah terlibat kasus dengan tindak pidana berat, dengan jumlah sekitar10-12 orang (aturan Inggris dan Wales), 15 orang (Skotlandia) atau bahkan lebih - bisa dari suatu masyarakat di sebuah kota (Amerika Serikat). Mereka bebas menentukan bersalah atau tidaknya terdakwa sesuai keinginan mereka, lepas dari mereka pernah memperoleh pendidikan hukum atau tidak sama sekali, bahkan menentukan pilihan disini juga tidak harus dengan logika, boleh dengan perasaan. (lebih lanjut, silahkan interogasi Mpok Google).

3 comments:

Miawruu said...

huaaaa rav... ini tulisan dikau yg paling terpanjang selama ini yg mia baca. ckckckck dari soal ideologi (as usual... I love how your thinking about it and how you write on it) Totally agree.. apalagi dengan quote ini ""Apakah salah jika kita mempunyai ideologi dan prinsip yang lantas kita pegang teguh dan tidak terpengaruh dengan kondisi lingkungan sekitar?". Ini yg sering mia pertanyakan ke sekeliling mia tak kala mia di nilai terlalu serius dan keras memegang teguh prinsip Mia.

Its not about wrong or not, but we have our ideal principe for our life. Yang menjalankan kehidupan kita ya diri kita sendiri dg pilihan2 yg akan kita ambil untuk menjalaninya dan kita sendiri juga merasakan konsekwensi dr pilihan2 yg kita buat. Selama prinsip kita ga merugikan diri sendiri dan org lain, kenapa mesti dipermasalahkan (tapi sayangnya, org2 disekekliling kita yg mempermasalahkan, agar kita dapat 'seragam' ma mereka. tape deeee... org2 kita memang masih rada 'phobia' yg namanya perbedaan)

Intinya... Totally agree with you deh... mantaps....

dan pertanyaan dikau mengenai ini. "Bagaimana jika idealisme anda tidak disepakati oleh orang banyak? Bagaimana jika idealisme yang anda genggam kuat ternyata hanyalah idealisme ompong yang salah kiprah? Atau mungkin bukan idealisme, hanya prinsip. Ternyata selama ini prinsip yang anda percayai benar, rupa-rupanya bertentangan dengan tolak ukur agama?"

yaps... daku juga kadangkalasuka mengevaluasi ulang nilai2 yg daku anut terutama soal prinsip atau ideologi daku dan org2 disekeliling daku. Tapi alhamdullillah, selama ini, daku tetap berusaha untuk menyelaraskan prinsip Mia dg agama. Walo ideologi nya bukan dr ideologi agama alias buatan manusia (such as demokratism, sosialism, komunism etc) tapi ga pure alias ada satu ideologi tsb yg mendominasi. Daku ngambil hal2 yg terbaik atau positifnya dr stiap ideologi, namanya juga pemikiran dr manusia mengenai sbuah idealisme, ga ada yg sempurna. kecuali idealisme Tuhan. Cuman, kadang otak kita belom bisa nyampe ke idealisme yg sempurna spt Tuhan. Setidaknya, jangan ampe idealisme atau prinsip kita bentrokan dg agama. Karena, SANGAT DIPASTIKAN, ajaran agama adalah untuk kebaikan manusia.

May 12, 2010 at 1:00 PM  
Chi said...

buset panjang bener bro.. ;))

manteb daah.. ^_^

May 14, 2010 at 11:06 PM  

x>kucingbengal: hoo, n ini komen trpanjang yg prnah mncul d blog in, mwahaha :D

well, thx 4 th praise. I tke it as a cmpliment ;)
n hell yeah, utk mngakui bhwa kt hrus sdkt 'brbda' dgn myoritas, it agk susah2 gmpang. Tp bgiku yg jlas, slma kt ttp mmprthnkn prnsip yg kt anggp bnar dan mampu berlaku patut kpd org skitar, lmbat laun psti mrka akn mngakui jg, atau bhkn....mngikuti. It pnglmank pribadi sih..

Dan betul, agama Islam terutama, sdh build near on perfect lbih dr agama2 lain, dr sgala bdang (sbnarny). Ambl aj cth etiket, ilmu alam, ilmu sosiologi tw bhkn hkum. Wlau mmang, dlm Islam tdk djlaskn ap it tata negara, dll. Ttpi prinsip2 yg dkndungny, smua sdh trckup. Tnggl kt sbg muslim, utk lbh kreatif n mngmbngkanny.

So, why so shame to say. "We are muslim?!" :D

x>Chi: haha, lagi eror....mkny lom bs diringkas :P

May 17, 2010 at 3:42 PM  

Post a Comment

Protected by Copyscape Duplicate Content Detection Software