.avatar-image-container img { background: url(http://l.yimg.com/static.widgets.yahoo.com/153/images/icons/help.png) no-repeat; width: 35px; height: 35px; }

"Memento Mori"

What is the PRECIOUS thing you TREASURE most in your LIFE?

"Memento Mori" means:

Remember you are mortal...

Vita brevis breviter in brevi finietur,
Mors venit velociter quae neminem veretur,
Omnia mors perimit et nulli miseretur,

Ad mortem festinamus peccare desistamus.


Limbah Kata


Jika kata menjadi nilai seseorang, apakah anda tidak curiga jika dalam proses pengerjaannya sempat terdpat kecurangan? Jika kata menjadi sebuah identitas, apakah anda tidak tahu bahwa dalam pembuatan KTP ada istilah 'jalan pintas'? Terkadang kebenaran tidak seperti apa yang mata dan telinga tangkap.

Semua orang sebenarnya masih tertohok pada satu objek. Anda yang kini sedang dalam dilema, saya bisa menebak bahwa salah satu unsurnya pasti karena 'dia'. Atau anda yang sedang di atas angin, apakah karena motivasi dan sugesti dari-'nya'? Bahkan beberapa ada yang tenggelam disana, atau juga yang sembari mencari secercah sinar dalam kekusutan enigmatis, malah alpa sampai lupa dirinya siapa. Atau apa tujuan hidupnya. Atau untuk apa muncul di dunia. Atau bagaimana dia terwujud dan  mengapa bentuknya mengikuti pola asimetris, tapi kembar juga bisa.

Izinkan saya mengutip perkataan Jacques Derrida dalam salah satu kritikannya terhadap Madness and Civilization karya Michel Foucalt, maka saya dengan lantang berkata kepada Anda, "Saya tetap memiliki kesadaran seorang murid yang penuh kekaguman dan rasa terima kasih. Namun, karena "kesadaran" itu adalah kesadaran yang kritis untuk terlibat dialog dengan sang guru, maka ia adalah kesadaran tak bahagia." Ketika pertama kali Derrida menghadiri seminar Foucalt, dia sangat terkagum oleh intepretasi Foucault atas pemikiran Descartes. Tetapi sekedar kagum bukan berarti sepaham. Terbukti dengan munculnya Cogito and the History of Madness sebagai kontra atas pemikiran Foucalt yang mengecap dirinya sebagai pengembang modernitasnya Kant. Derrida dengan paham dekonstruksinya dan Foucalt atas sumbangsihnya terhadap Post-modernisme.

~{x-Penasaran? Langsung aja klik judulnya untuk artikel lebih lengkap...-x}~

Jika Foucault melihat adanya kekuasaan yang bermain dibalik layar pengetahuan dan Derrida dengan refleksi-dirinya yang serta merta mengharuskan telaah sesuatu dengan tafsir tanpa batas alias dekonstruksi, maka saya melihat kekuatan KATA yang sanggup membentuk pola pemikiran kedua orang ini bersinggungan sedemikian rupa. Disatu sisi mereka berjalan searah, tapi juga saling bertolak dalam beberapa titik.

Fenomena yang terjadi akhir-akhir ini, seringkali kita dihadapkan pada argumentasi rasional yang menekankan eksistensi kompetensi kognitif diatas data dan fakta. Jika seorang mahasiswa beradu mulut dengan ibunya lantaran ibunya menolak wanita yang dipilih oleh si mahasiswa untuk menjadi pasangan hidupnya, entah karena sang Ibu mempunyai mata batin, firasat atau karena dia senang membaca karya-karya Heidegger dan terpengaruh oleh pemikirannya, saya tanyakan, jika Anda dipaksa menjadi seorang pengamat dan penilai sekaligus dalam kasus ini, apakah Anda akan mengecap bahwasanya sang ibu salah karena mereduksi empirisme rasio menjadi sekedar data? Pertimbangan berdasarkan deduksi logis si mahasiswa dikalahkan semata-mata oleh 'intuisi wanita' ibunya. Padahal si mahasiswa telah mati-matian meyakinkan bahwa ceweknya adalah seorang terpelajar, pikirannya matang, mampu menjadi istri yang setia, lemah gemulai, baik hatinya, santun dalam berucap, terlebih setelah memperlihatkan foto wanita tersebut. Tapi tetap hati sang ibu tak bergeming.

Tetapi apakah lantas intuisi sang ibu tidak terbukti? Rupanya benar, si wanita pilihan mahasiswa bukanlah wanita yang pantas untuknya. Hal itu terbukti setelah beberapa tahun keduanya telah melaksanakan 'nikah paksa' tanpa seizin sang ibu. Kekuatan kata yang dibangun si mahasiswa runtuh hanya karena sebuah intuisi. Apakah lantas kekuasaan kata disitu tereduksi menjadi seonggok sampah, dibandingkan dengan sebuah naluri? Tidak. Memang ada saat dimana kata-kata berdiri tanpa pongah. Sejatinya apa yang bisa mengalahkan kekuatan kata? Pastinya, sebuah esensi yang ekuivalen juga, tak lain dan tak lebih adalah: KATA.

Dalam kasus diatas, apakah intuisi sang ibu berdasarkan firasat semata tanpa dasar suatu apa? Tidak. Jelas sang ibu, yang sudah kenyang makan asam garam kehidupan, sangat paham betul seluk-beluk wanita. Bagaimana pola pikirnya, sikap yang ditunjukkan kepada orang-orang terdekatnya ataupun sekedar membuat impresi orang-orang yang baru ia kenal dan orang-orang tertentu, karakteristik dan watak yang beranekaragam, begitu juga dengan penyakit hati dan badan yang sering bersarang. Maka dari itu sang ibu berani membantah lantang. Tapi lain posisi jika si mahasiswa bersikap dan berkata sesuai apa yang diucap sang ibu. Apakah nalar menerima? Lucu kalau iya.

Kekuatan kata sangatlah hebat. Kata yang berbasis emosi saja sudah mampu meledakkan amarah. Apalagi jika kata tersebut dimanipulasi indah, dibumbui dengan retorika, sedikit data valid yang sesungguhnya menggiring ke arah kontradiksi dan absurditas (paradoks) kemudian membungkusnya dengan kemasan yang atraktif dan eksentrik. Jika saja sang lawan bicara sedikit lugu, emosional dan mudah terpancing, maka kata-kata baginya adalah kelemahan. Kenapa? Karena kata secara tak kasat mata mempunyai efek psikologis yang mampu menyerang alam bawah sadar kita.

Simpelnya begini, anggap anda kini menjadi seorang pemakalah dan sedang berada dalam sebuah forum diskusi. Sesi pertanyaan dibuka. Beberapa penanya menunjukkan beberapa pernyataan yang anda tulis di makalah bahwa hasil pemikiran anda masih kurang matang ataupun terlalu dini dalam mengambil kesimpulan. Lantas menambahkan, "Selayaknya anda perlu lebih banyak membaca!". Apakah anda akan terbawa semosi setelah itu? Jika iya, anda harus hati-hati, bisa jadi pikiran yang semula jernih kini tersumbat oleh bara emosi. Jika kepala sudah tidak dingin, dapat dipastikan jawaban anda hanya untuk membalas argument si penanya dan sudah terdiversi dari substansi makalah seharusnya. Si penanya malah lebih bisa memainkan emosi anda dengan permainan kata dan logika, kemudian membalas anda dengan pernyataan anda sendiri.


Dan bukan dalam kasus ini saja. Banyak kasus lain yang dimanfaatkan oleh para mucikari ataupun penipu-penipu dalam ranah kriminal saat melihat 'peluang dalam kesempitan' di mata para korban yang resah, ingin serba praktis, atau memang sedang dihimpit kesulitan. Kata-kata berperan penting dalam membangkitkan asa seseorang untuk kemudian menjadi bumerang. Pengacara? Jaksa? Hakim? Notaris? Ataupun status-status identitas lain yang hanya sekedar formalitas bermain kata yang menafikan objektifitas, dan hanya kepentingan pribadi. Kalaupun mereka bersikap profesional, nanti di penghujung sikap pasti akan berbenturan dengan idealisme dan realisasi proyeksi ideal mereka sendiri.

Lantas bagaimana cara kita agar selamat dari jeratan limbah kata? Silahkan tenggelam dulu disana, nanti anda akan sadar bagaimana dengan tergopoh-gopoh dan susah payah tangan anda menggapai-gapai ke permukaan untuk mencari cahaya. Padahal cahaya itu hangat dan indah, tetapi beberapa malah ada yang memilih terlalu lama tenggelam.

8 comments:

Freya said...

duh berat yah tulisannya.

Kalo saya mah, jujur, udah kebiasaan untuk cuman denger kata 'inti'nya.

Sisanya: 1. biasanya konspirasi belaka
2. Membosankan mendengar kata2 orang wkwkwkwk

jd yah, kadang saya suka 'miss' atau salah paham atas penjelasan orang, dan iyah, banyak yang bilang kalo saya ini susah dipengaruhin dan katanya sih jago debat. Mungkin karena pengaruh yg di atas tadi hihihihi

November 11, 2010 at 4:45 AM  
rid said...

waduuh, berat nih kalo udah ngomongin Foucault dan Derrida! *memojok, sambil baca komik One Piece* ;D

November 12, 2010 at 12:39 AM  
Miawruu said...

kata itu adalah kekuatan. Jika tidak berhati2, akan seperti mata pisau yang siap melukai siapa saja termasuk diri sendiri.

btw, contoh kasus antara 'kata' si mahasiswa dg 'intuisi' ibunya itu, pengalaman sendiri ya gak xixixixixixi

November 12, 2010 at 7:00 AM  

x>Freya: anda benar! well, hal ini bs dterpakn kpn org2 yg brlidah dua tp miskin retorika. Kl anda sdg brhdapan sm politikus mslkn, trkdang baik ngmong singkat tw pnjang, kbenaran (baca: inti) dri topik yg ddapat aj g tau kmna :O

November 12, 2010 at 2:00 PM  

x>rid: haha, sama jg kok. Kl refreshing jg bc Naruto, OP, Bleach, ma bbrapa manga laen :D

November 12, 2010 at 2:01 PM  

x>mricauw: yep, anda benar, terpeleset lidah sedikit aj bs bikin badan bonyok :O

hohoho, no, tu bkn pnglaman pribadi. Tp melihat dgn mata kepala sndiri :D

November 12, 2010 at 2:02 PM  
Miawruu said...

ah macaaaaaa ciiiihhhh *wink wink wink* hahahahaa

November 12, 2010 at 2:45 PM  

Post a Comment

Protected by Copyscape Duplicate Content Detection Software