.avatar-image-container img { background: url(http://l.yimg.com/static.widgets.yahoo.com/153/images/icons/help.png) no-repeat; width: 35px; height: 35px; }

"Memento Mori"

What is the PRECIOUS thing you TREASURE most in your LIFE?

"Memento Mori" means:

Remember you are mortal...

Vita brevis breviter in brevi finietur,
Mors venit velociter quae neminem veretur,
Omnia mors perimit et nulli miseretur,

Ad mortem festinamus peccare desistamus.


Meneropong Moralitas Bangsa

Pemuda-pemudi Indonesia lambat laun dalam berbudaya telah berkiblat ke budaya asing dan meninggalkan tradisi lama. Bahkan bukan lagi rasa enggan yang timbul dari hati saat ingin mengenakan pakaian adat, terkadang dalam hati beberapa individu, ada juga rasa jijik. Pakaian adat dianggap kuno, murahan dan ketinggalan zaman. Batik hanya cocok bagi mereka yang berstatus manula atau dalam acara formal semata. Upacara bendera hanya menimbulkan letih, capai, penat dan kepanasan. Dan banyak lagi fenomena memprihatinkan lain yang timbul dari generasi muda dalam krisis moralitas, terutama identitas bangsa.

Tambahkan pula kasus maraknya kriminalitas dalam tindakan asusila, umbar aurat, anarkis dan rekonstruksi ideologi sosial. Disini saya mencontohkan dengan aktualita yang terjadi dalam kabinet kepemerintahan kita. Coba sedikit meneropong balik perisitiwa pemberian grasi Syaukani dan remisi kepada beberapa terpidana koruptor dari kasus Bank Indonesia serta beberapa kasus lain yang berlokasi di Kalimantan dan Sumatera. Grasi Syaukani masih bisa ditolerir secara manusiawi, walaupun sedikit melenceng dari koridor hukum, tepatnya pelanggaran presiden UU RI tentang Grasi tahun 2002 yang dalam pasalnya menyatakan bahwa permohonan grasi dapat dilakukan kembali apabila permohonan grasi sebelumnya ditolak oleh presiden dan baru setelah melewati jangka waktu dua tahun, grasi tersebut dapat diberikan atau diajukan kembali.


~{x-Penasaran? Langsung aja klik judulnya untuk artikel lebih lengkap...-x}~


Tetapi dalam kasus Syaukani, hal tersebut ternyata dilanggar oleh presiden sendiri. Terbukti Syaukani sebelumnya pernah mengajukan permintaan grasi pada tahun 2009, tetapi bertepatan pada 17 Agustus lalu, presiden telah memberikan grasi kepadanya walau belum melewati selang waktu dua tahun. Bukankah dari sini terlihat bukti jelas pelanggaran presiden terhadap undang-undang? Belum lagi masalah pemberian remisi terhadap Aulia Pohan beserta rekan-rekannya. Di dalam salah satu pasal disebutkan bahwa remisi atau grasi memang merupakan hak otoritas presiden, tetapi melalui rekomendasi dari Mahkamah Agung. Sedangkan dari MA sendiri saat diklarifikasi apakah dia memang sudah melakukan hal tersebut (rekomendasi, red) rupanya tidak mengakui.

Ini baru kesalahan dari presiden yang notabene `idola’ dari seluruh warga Indonesia. Dia sudah melepas sejumlah 22 terpidana koruptor dari bui yang telah menghabiskan kas negara beratus-ratus juga hingga kini bebas melenggang buana ke seluruh Nusantara atau bahkan mancanegara, lantas bagaimana dengan masyarakatnya sendiri? Ingat, pada tahun 2002, riset yang diadakan oleh badan internasional, Indonesia meraih peringkat ketiga, korupsinya, kedua setelah Vietnam. Fakta tersebut mengindikasikan bahwa masyarakat Indonesia dalam mayoritasnya gemar suap-menyuap, atau bisa dikurungkotakkan jika ada sebuah perilaku tidak baik yang sedang merajah dalam perilaku warga Indonesia secara umum. Perilaku yang kurang baik itu adalah menyerobot hak dan milik orang-orang lain untuk memenuhi kepentingan diri. Mengutip dari sebuah artikel, fantasi-mental orang Indonesia, seperti yang ditulis oleh Limas Susanto bahwa kehidupan bagi mereka merupakan, “Adu cepat menyerobot hak dan milik untuk kepentingan diri sendiri” dan “siapa yang lebih dulu menyerobot, dialah yang akan terjamin hidupnya”.

Realita kehidupan memungkinkan kita menduga betapa banyak warga bangsa Indonesia yang secara nirsadar memfantasikan kehidupan sebagai keniscayaan menyerobot hak dan milik orang-orang lain untuk memenuhi kepentingan diri. Dalam fantasi-mental orang Indonesia kehidupan adalah statemen: “Adu cepat menyerobot hak dan milik untuk kepentingan diri sendiri” dan “Siapa yang lebih dulu menyerobot, dialah yang akan terjamin hidupnya”.

Fantasi-mental itu pun dapat dilihat dalam perilaku sehari-hari yang “lebih remeh”, semisal perilaku cepat-cepat menyerobot ruang di jalan-jalan umum, ketidaktertiban dalam menjalani antre, dan pelanggaran aturan yang menjamin pemenuhan kepentingan umum. Sebenarnya hal ini merupakan fenomena umum yang merebak juga di banyak negara lain, tetapi yang turut memprihatinkan adalah rasa apatis dari masyarakat sendiri untuk turut mengubah hal ini. Dan yang penulis maksud dalam hal ini, bukanlah keterlibatan aktif beberapa individual saja, tetapi dari seluruh lingkup tatanan masyarakat. Mungkin jika kita sedikit tengok kepada lingkungan dan tetangga atau kawasan tempat tinggal kita, sudah ada beberapa hati yang tergerak untuk melakukan renovasi bertahap, kecil-kecilan. Tapi sebenarnya tugas utama kita adalah bagaimana mengaitkan hati masing-masing individu tersebut agar dapat tergerak dan mempengaruhi mayoritas orang banyak, untuk bergerak, berubah dan mengubah!

Menurut Thomas Lickona (1992) terdapat sepuluh tanda dari perilaku manusia yang menunjukkan arah kehancuran suatu bangsa yaitu: meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, ketidakjujuran yang membudaya, semakin tingginya rasa tidak hormat kepada orangtua, guru, dan figur pemimpin, pengaruh per group terhadap tindakan kekerasan, meningkatnya kecurigaan dan kebencian, penggunaan bahasa yang memburuk, penurunan etos kerja, menurunnya rasa tanggungjawab individu dan warga negara, meningginya perilaku merusak diri dan semakin kaburnya pedoman moral.

Dari sudah banyak faktor yang tersebutkan diatas, mungkin yang bisa lebih diberi garis tebal adalah faktor terakhir, dekadensi moralitas bangsa. Moralitas menjadi sumber aturan perilaku tidak tertulis yang oleh masyarakat dipegang teguh karena ia memiliki nilai-nilai kebaikan sesuai dengan ukuran-ukuran nilai yang berkembang dalam masyarakat. Dan, moralitas dalam diri seseorang dapat berkembang dari tingkat yang rendah ke tingkatan yang lebih tinggi seiiring dengan kedewasaannya.

Sejatinya, masyarakat akan hidup lestari dan eksistensinya bernilai lebih tinggi hanya bila memiliki nilai bersama yang ditaati keberlakuannya secara bersama. Dalam pengembalian nilai moralitas yang semakin tahun semakin terdongkrak turun, harus ada nilai-nilai luhur yang menjadi patokan utama dalam berpegangan dan arah orientasi akan kemana masyarakat seharusnya berkiblat, yaitu Pancasila. Pancasila adalah wujud nilai kesepakatan bersama dari interaksi sosial yang nantinya membentuk budaya. Walau tidak bisa disebut bahwa budaya yang lahir adalah kebudayaan interaktif yang selalu bergerak. Budaya Indonesia sudah sangat apik dengan percampuran kultur dari berbagai elemen yang ada, tidak perlu ditambah-tambahi dengan unsur-unsur asing yang berujung rekonstruksi idealisme dan paradigma sosial masyarakat.

Memang Pancasila sendiri sebagai asas negara, standarnya masih belum mencapai strata sempurna, tetapi rangkuman dari masing-masing sila sudah dapat menjadi tonggak idealisme bagaimana membenahi moralitas bangsa ke arah lebih baik dengan cara penyadaran kembali masyarakat atas pentingnya rasa nasionalisme dalam masing-masing individu. Wujud nasionalisme sejati nantinya akan berfungsi dalam penyadaran kembali masyarakat Indonesia agar sadar bahwa segala sikap, baik tindakan, tingkah laku maupun sekedar ucap, adalah cerminan dari tanggungjawab masing-masing individu sebagai warga Indonesia dan untuk kebaikan mereka dan identitas Indonesia itu sendiri.


*artikel ini pernah dipublikasikan di Majalah La Tansa edisi XVIII

5 comments:

Miawruu said...

"Menurut Thomas Lickona (1992) terdapat sepuluh tanda dari perilaku manusia yang menunjukkan arah kehancuran suatu bangsa yaitu: meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, ketidakjujuran yang membudaya, semakin tingginya rasa tidak hormat kepada orangtua, guru, dan figur pemimpin, pengaruh per group terhadap tindakan kekerasan, meningkatnya kecurigaan dan kebencian, penggunaan bahasa yang memburuk, penurunan etos kerja, menurunnya rasa tanggungjawab individu dan warga negara, meningginya perilaku merusak diri dan semakin kaburnya pedoman moral."

Ajiiiib,,, smua ciri2nya dah tampak di indonesia. oh negara ku sayang ngeara ku malang. kapan dirimu bisa tersenyum tanpa dinodai smua kekotoran ini :(

btw, presiden 'idola' bangsa kita ini, kok kerasa banget kedodoran beliau dalam memerintah dibandingkan periode pertama beliau memimpin. Padahal, saat pertama beliau memimpin, byklah prestasi2 dan perbaikan yang beliau lakukan walau membutuhkan waktu, tapi setidkanya ada perubahan. Sekarang2 perubahan yg telah mengarah ke jalan yang baik, malah amblas lagi. Dengan banyaknya episode sinteron di tubuh KPK sendiri, ketidakadilan hukum, grasi atas bandit2 korupsi, penggajian pejabat yang sudah ditahan dan dinyatakan bersalah, penggusuran lahan perumahan rakyat hanya utk dijadikan taman atau rumah2 dan kantor orang kaya, para anggota DPR yang semakin gaje dll sebagainya.

walao mgkn, mmg ga adil utk dibebankan kepada pak presiden kita smua permasalahan itu, tapi setidkanya, ikut campur lah atau apa spt masa2 periode kekuasaan beliau yg pertama dulu. Sekarang seakan2 kayak tidak tahu menahu atau menutup mata aja. Apa para 'pembisik2'nya menyaring informasi terlebih dahulu ke beliau (pastinyalah).

tapi mbok ya, kinerja anak buahnya masa kaga diperhatiin paaak,,, paaaaak,,,,~~

May 17, 2011 at 8:38 AM  

Emang hukum di Indonesia cuma kayak Hiasan ya???dibuat untuk dilanggar, bahkan si pembuat sendiri yang melanggar. Prihatin yak???

May 21, 2011 at 3:39 AM  

x>miaw: wah, ni bru bner2 ngomong dri perspektif hukum. bhasany moralis bgt, haha :D

pastiny. stebal apapun gris instruksi dri presiden k cecunguk2ny, pastiny garis knsultasi ke atas lbih tipis. tp dsni tdk menafikan fkta, kl presiden kt skrng ini jg trlalu byk brkiblat kpd pihak asing. baik dlm pmbangunan, hutang (kasus tugu d kalimantan), densus 88 ( :O ) n msih byk lgi. topeng asliny trkuak? entahlah.

x>wuri: hukum tu ad utk dilanggar, kykny sdh tdk asing lgi. bhkan para pakar hukum bkn mrknstruksi hukum yg ad utk dbuat lbih baik, mlh celah2ny dmfaatkn agr bs lolos dr jeratan undang2. Miris -___-

May 26, 2011 at 3:27 AM  
rid said...

sekarang ini nggak ada lagi yg bisa dijadikan teladan. pejabat dari atas sampe leven RT bobrok semua. gimana rakyat mau bener kalo pemimpinnya amburadul...haahh..
quo vadis indonesia???

June 28, 2011 at 5:56 AM  

quo vadis :D kta lhat lgi, pmimpin2 tsb dpilihny brdasarkan nurani rkyat tw hasil suap? kl yg kdua, yah, hasilny jg g kmna, haha

July 3, 2011 at 2:21 AM  

Post a Comment

Protected by Copyscape Duplicate Content Detection Software