Jika membahas cinta pasti tidak ada habisnya. Cinta juga subjektif, berbeda perspektif sesuai karakter orang yang menyikapi. Yang jelas, saya sempat tersentak dengan sebuah kalimat dalam film Gundam 00: Trailblazer. Ada sebuah adegan dimana Feldt mengkhawatirkan Setsuna F. Seiei dan melihatnya dari kejauhan, lantas diberi nasehat oleh Sumeragi. Si tante bilang, “Feldt, jika kamu mengkhawatirkannya, maka janganlah pernah berhenti memikirkan dia.”
Nah, ini satu kalimat unik yang menurutku cukup banyak kontradiksi. Dalam kasus dimana rupanya Setsuna tidak mengalihkan rasanya berbalik kepada Feldt, lantas apakah harus Feldt terus menyiksa batinnya dengan memikirkan Setsuna berulang-ulang? Hal ini juga berlaku pada manusa pada umumnya. Coba aku tanyakan, semisal anda menaruh rasa kepada seseorang, tetapi anda sadar bahwa rasa tersebut bertepuk sebelah kaki, apakah anda terus kerap kali memikirkannya kembali? Meskipun pada prosesnya nanti, akan ada orang lain sebagai pengganti?
Jawaban beragam. Seperti pada kasus Arai misalkan, dalam novel Maryamah Karpov, dia terus setia memikirkan satu orang dan hanya satu wanita. Zakiah Zainun. Meski kerap kena tolak berulang kali, cerca, sedikit amuk dan omelan sana-sini, tapi singkat cerita, duka tersebut berbuah delima. Zakiah pun setelah mengamati bagaimana setianya Aria dan ketakbergeming lelaki coklat tersebut pada wanita lain, lambat laun hatinya pun mulai melunak. Saat jumpa kembali di bandara, wanita otot tegang tersebut berubah manja-manja jinak. Begitu juga dengan Ikal dan A Ling.
Ah, tapi sekali lagi kawan, itu cuma novel. Bolehlah dikata itu pengalaman pribadi penulis, tetapi dalam realita, akankah imajinasi berubah fakta? TIdak semudah itu. Memang keajaiban muncul saat disana ada harapan. Tetapi tidak dalam semua kasus. Lebih banyak cerita dimana cinta pertama gagal. Klimaks cerita berada pada pasangan atau hubungan ke sekian. Dalam hal ini, andaikata kita tidak membuat sebuah langkah progresif untuk menjadikan sebuah masa lalu sebagai album kenangan dan melangkah maju menatap masa depan, mungkin selamanya kegelapan memori tersebut menghantui diri. Pribadi yang tersiksa oleh hati. Meski tidak menampik kemungkinan jika kisah Arai bisa teraplikasikan juga.
Hanya saja, dunia itu enigmatis. Skenario Yang Diatas itu Maha Dahsyat, sulit ditebak, lebih keren dan lebih liar dari fantasi dan imajinasi seorang penulis fiktif kondang sekalipun. Dialah yang Maha Segala. Terserah diri ingin melupakan kisah asmara pahit kemudian menyudut di pojokan kamar, sendirian, termenung depan cermin, lama menangis sesenggukan. Atau melupakannya, menyimpan dalam sebuah ruang di hati sebagai mawar yang selalu bersemi, melanjutkan mimpi, kembali bersosialisasi dan kerap berkata dalam hati: “There are plenty fishes on the sea." Mana saja yang kita pilih, imbasnya juga hasil dari sejauh mana kita ingin agar harapan itu terkabulkan. Wahai Allah sang Empunya Sutradara dari para sutradara, jangan beri aku kisah roman picisan.
~Teruntuk para sobat jomblowers 'n jomblowatis semua, hohoho~
Nah, ini satu kalimat unik yang menurutku cukup banyak kontradiksi. Dalam kasus dimana rupanya Setsuna tidak mengalihkan rasanya berbalik kepada Feldt, lantas apakah harus Feldt terus menyiksa batinnya dengan memikirkan Setsuna berulang-ulang? Hal ini juga berlaku pada manusa pada umumnya. Coba aku tanyakan, semisal anda menaruh rasa kepada seseorang, tetapi anda sadar bahwa rasa tersebut bertepuk sebelah kaki, apakah anda terus kerap kali memikirkannya kembali? Meskipun pada prosesnya nanti, akan ada orang lain sebagai pengganti?
Jawaban beragam. Seperti pada kasus Arai misalkan, dalam novel Maryamah Karpov, dia terus setia memikirkan satu orang dan hanya satu wanita. Zakiah Zainun. Meski kerap kena tolak berulang kali, cerca, sedikit amuk dan omelan sana-sini, tapi singkat cerita, duka tersebut berbuah delima. Zakiah pun setelah mengamati bagaimana setianya Aria dan ketakbergeming lelaki coklat tersebut pada wanita lain, lambat laun hatinya pun mulai melunak. Saat jumpa kembali di bandara, wanita otot tegang tersebut berubah manja-manja jinak. Begitu juga dengan Ikal dan A Ling.
Ah, tapi sekali lagi kawan, itu cuma novel. Bolehlah dikata itu pengalaman pribadi penulis, tetapi dalam realita, akankah imajinasi berubah fakta? TIdak semudah itu. Memang keajaiban muncul saat disana ada harapan. Tetapi tidak dalam semua kasus. Lebih banyak cerita dimana cinta pertama gagal. Klimaks cerita berada pada pasangan atau hubungan ke sekian. Dalam hal ini, andaikata kita tidak membuat sebuah langkah progresif untuk menjadikan sebuah masa lalu sebagai album kenangan dan melangkah maju menatap masa depan, mungkin selamanya kegelapan memori tersebut menghantui diri. Pribadi yang tersiksa oleh hati. Meski tidak menampik kemungkinan jika kisah Arai bisa teraplikasikan juga.
Hanya saja, dunia itu enigmatis. Skenario Yang Diatas itu Maha Dahsyat, sulit ditebak, lebih keren dan lebih liar dari fantasi dan imajinasi seorang penulis fiktif kondang sekalipun. Dialah yang Maha Segala. Terserah diri ingin melupakan kisah asmara pahit kemudian menyudut di pojokan kamar, sendirian, termenung depan cermin, lama menangis sesenggukan. Atau melupakannya, menyimpan dalam sebuah ruang di hati sebagai mawar yang selalu bersemi, melanjutkan mimpi, kembali bersosialisasi dan kerap berkata dalam hati: “There are plenty fishes on the sea." Mana saja yang kita pilih, imbasnya juga hasil dari sejauh mana kita ingin agar harapan itu terkabulkan. Wahai Allah sang Empunya Sutradara dari para sutradara, jangan beri aku kisah roman picisan.
~Teruntuk para sobat jomblowers 'n jomblowatis semua, hohoho~
0 comments:
Post a Comment