Jika kata menjadi nilai seseorang, apakah anda tidak curiga jika dalam proses pengerjaannya sempat terdpat kecurangan? Jika kata menjadi sebuah identitas, apakah anda tidak tahu bahwa dalam pembuatan KTP ada istilah 'jalan pintas'? Terkadang kebenaran tidak seperti apa yang mata dan telinga tangkap.
Semua orang sebenarnya masih tertohok pada satu objek. Anda yang kini sedang dalam dilema, saya bisa menebak bahwa salah satu unsurnya pasti karena 'dia'. Atau anda yang sedang di atas angin, apakah karena motivasi dan sugesti dari-'nya'? Bahkan beberapa ada yang tenggelam disana, atau juga yang sembari mencari secercah sinar dalam kekusutan enigmatis, malah alpa sampai lupa dirinya siapa. Atau apa tujuan hidupnya. Atau untuk apa muncul di dunia. Atau bagaimana dia terwujud dan mengapa bentuknya mengikuti pola asimetris, tapi kembar juga bisa.
Izinkan saya mengutip perkataan Jacques Derrida dalam salah satu kritikannya terhadap Madness and Civilization karya Michel Foucalt, maka saya dengan lantang berkata kepada Anda, "Saya tetap memiliki kesadaran seorang murid yang penuh kekaguman dan rasa terima kasih. Namun, karena "kesadaran" itu adalah kesadaran yang kritis untuk terlibat dialog dengan sang guru, maka ia adalah kesadaran tak bahagia." Ketika pertama kali Derrida menghadiri seminar Foucalt, dia sangat terkagum oleh intepretasi Foucault atas pemikiran Descartes. Tetapi sekedar kagum bukan berarti sepaham. Terbukti dengan munculnya Cogito and the History of Madness sebagai kontra atas pemikiran Foucalt yang mengecap dirinya sebagai pengembang modernitasnya Kant. Derrida dengan paham dekonstruksinya dan Foucalt atas sumbangsihnya terhadap Post-modernisme.