Untuk Indonesia yang selalu di hati. Untuk Indonesia yang selalu bersemi. Untuk Indonesia yang tergopoh berdiri. Dan Islam sebagai pucuk ikrar Ibu-ku berlari!
Janji Selembar Kain
Dia telisik, tiap sudut, tiap ukir
bulir permata menggaris lekuk di pipi
Tiap pasang, saat senja menggerayang
Gesit jarum, gemulai tak terusik
Untuk dua warna titah kahyangan
Satu wujud prisma kehidupan
Bak genang tiram dibalik rindang cendana
pasti ada sejuta pinta
Seuntai geram dalam untaian benang
dulunya sengsara
simbol aksara murka
Tapi masa depan, ah
Mahaparana
Kunci bangsa gapai nirwana
-Tanah Tanpa Sebuah Nama-
Latah, berpatah-payah,
musim kata
kutuk bajing antek laku damar
Langkah serdadu kurcaci mulai sayup
Hanya kepak merpati usap peluh
Angin membawa kesturi sayat hati
Geranggangmu menggarang, tuan?
Kembali hina, nista
Hadang, tikam
Mati tanpa diam
Pekat merah jerat bumi
Putih lelakon tampil Persada
Kasmaran bangun nisan, tuan?
Angguknya, tanpa tiran
-Rengasdengklok-
Dalam gelap bebayang nanti rapat meringkuk
tanya pada dinding, cuma batu
Tidak ada waktu, raga satu-satu dibalut dungu
wayang wajah tutup hati buruk beruk
"Belenggu lepas?" nanti katanya
Baris bibir rapi-rapi terbelit bungkam
"Kita semut, tapi gundukan. Lawannya gajah,"
lupa di kaki, semut terinjak-injak sudah
Tidak bisa! Songsong matahari biar lebih sigap
biar terbakar bui mimpi para tua
"Bisa saja, kemari, ambilkan tinta"
Kalah! Ronta raga tanpa kata banyak silap
Terkucilkan kisah dimana dua orang
dianak tirikan saudara sepangkuan
Cendrawasih terpancung, kabar dari Timur
"Kabar baru?" Gerit letih yang menjawab
Bebayang kembali memeluk lesu
Yang harapnya pendar, samar pudar
Segenap dinding ramai berpantul bising
"Sakura tumbang! Sakura tumbang!"
Bebayang hilang, diganti bakar
"Apakah benar? Dimana kabar?"
"Sakura tumbang! Sakura tumbang!
Ramai, ribut, hura, pikuk
"Indonesia!"
Yang retak dalam jiwa, sudah satu
Lampiran selembar cita
tinta baru tumpah-tumpah
Diiring sajak, parade lagu
"Tanah tumpah darahku!"
tanya pada dinding, cuma batu
Tidak ada waktu, raga satu-satu dibalut dungu
wayang wajah tutup hati buruk beruk
"Belenggu lepas?" nanti katanya
Baris bibir rapi-rapi terbelit bungkam
"Kita semut, tapi gundukan. Lawannya gajah,"
lupa di kaki, semut terinjak-injak sudah
Tidak bisa! Songsong matahari biar lebih sigap
biar terbakar bui mimpi para tua
"Bisa saja, kemari, ambilkan tinta"
Kalah! Ronta raga tanpa kata banyak silap
Terkucilkan kisah dimana dua orang
dianak tirikan saudara sepangkuan
Cendrawasih terpancung, kabar dari Timur
"Kabar baru?" Gerit letih yang menjawab
Bebayang kembali memeluk lesu
Yang harapnya pendar, samar pudar
Segenap dinding ramai berpantul bising
"Sakura tumbang! Sakura tumbang!"
Bebayang hilang, diganti bakar
"Apakah benar? Dimana kabar?"
"Sakura tumbang! Sakura tumbang!
Ramai, ribut, hura, pikuk
"Indonesia!"
Yang retak dalam jiwa, sudah satu
Lampiran selembar cita
tinta baru tumpah-tumpah
Diiring sajak, parade lagu
"Tanah tumpah darahku!"