Produk
kultur Jepang, baik yang tradisional maupun modern, selalu saja membuat saya takjub. Meski tidak sedikit yang nyleneh, banyak juga yang menginspirasi bahkan memotivasi. Dalam
pelbagai permainan virtual yang mereka sajikan misalkan, Jepang cenderung lebih menonjolkan
unsur strategi dan taktik di atas aksi, berbeda dengan nemesis mereka di North
America yang didominasi umbar grafik dan aksi. Meski hal ini tidak bisa
dijadikan patokan. Di sisi lain, bisa dibilang hampir keseluruhan produk permainan virtual
Jepang selalu menonjolkan unsur psikologis yang kental sebagai tema. Beberapa
di antaranya mungkin pernah saya tuliskan dalam bentuk review, tapi
Valkyria Chronicles? Belum.
Game
ini bergenre turn-based strategy. Mengangkat tema perang bersetting di
Eropa dengan seluruh nama negara dan karakter yang terlibat sengaja disamarkan.
Tentu, beberapa elemen sengaja diparodikan, sehingga saya menduga Revolusi
Inggris (atau Revolusi Industri) sebagai latar belakang karena penonjolan
penggunaan mesin di atas ternak hewan dan upaya penghapusan perbudakan
misalkan, atau kemajuan penguasaan manusia atas beragamnya ilmu alam (biotani,
biologi, insektologi, dll) meski ditampakkan dengan sangat eksentrik sebagai
sifat karakter utama yang sering absent-minded jika sudah berbicara
mengenai serangga, dan juga peleburan dua negara (mengacu ke sejarah, Revolusi
Industri ditandai atas meleburnya Inggris dan Skotlandia) dan masih banyak
lagi.
Urut dari paling kiri: Welkins, Alicia, Largo, Isara dan Rosie |
Saya
tidak ingin mengkritisi latar sejarah yang diangkat (meski turut menikmati),
tetapi lebih ke perwatakan masing-masing tokoh yang sangat unik. Welkins yang
nyentrik tapi berjiwa heroik, Alicia sebagai gadis berpotensi tinggi yang
menyimpan rahasia, Rosie yang cantik dan keras kepala, Isara dengan rambut hitamnya
sebagai imouto dan mekanik super jenius, Largo dengan tubuh besar dan didongkrak dengan hati yang besar, serta masih banyak lagi. Terlalu banyak adegan mengesankan untuk
diceritakan, tapi di antara itu semua, salah satu yang paling berkesan ketika pada Feast Day, parodi dari Valentine’s Day, Isara memberikan dua boneka
rajutan sendiri kepada Largo dan Rosie. Largo yang memang mengagumi Isara,
tentu saja menerimanya dengan senang hati. Tapi Rosie? Dengan ketus dia
menolaknya mentah-mentah. Isara yang memang tulus memberi karena ingin menjalin
persahabatan dengan mereka berdua, tentu saja kecewa dengan ulah Brigitte
Sparks. Largo, yang sejak awal mengenal dekat Rosie, menegurnya: