.avatar-image-container img { background: url(http://l.yimg.com/static.widgets.yahoo.com/153/images/icons/help.png) no-repeat; width: 35px; height: 35px; }

"Memento Mori"

What is the PRECIOUS thing you TREASURE most in your LIFE?

"Memento Mori" means:

Remember you are mortal...

Vita brevis breviter in brevi finietur,
Mors venit velociter quae neminem veretur,
Omnia mors perimit et nulli miseretur,

Ad mortem festinamus peccare desistamus.



Alumni pondok yang kuliah di universitas umum itu kebanyakan moralnya bobrok. Beberapa kawan saya pernah cerita, dengan santainya mereka menenggak minuman beralkohol seakan-akan minuman itu sekedar teh fermentasi. Di lain kesempatan, mereka juga cerita bahwa karena semalaman begadang nongkrong di warung kopi, paginya mereka melalaikan sholat Idul Fitri karena bangun kesiangan. Alasannya? “Kan sholat ‘id termasuk sunnah mar, bukan sunnah mua’akkad lagi.” Yap, alasan yang sangat masuk akal. Tapi pahala sholat ‘id yang hanya dapat diperoleh dua kali dalam setahun itu apa bisa diperoleh kembali pada tahun berikutnya? Mungkin, jika masih hidup. Tapi apakah kita berani menegaskan kata kita masih hidup pada hari esok? Ah, sesumbar menantang takdir. Hanya orang kuasa yang bebal imannya berani berlagak di hadapan Sang Pencipta.
Ah sebelumnya, mari intermezzo sejenak. Saat berjalan-jalan di taman, saya selalu kagum dengan sebuah tanaman  dari genus Taraxacum, atau yang lebih terkenal dengan sebutan dandelion, adalah kemampuannya untuk bereproduksi tanpa adanya penyerbukan dengan hasil keturunannya pasti identik dengan tumbuhan induk. Bayangkan saja, satu bunga saja mempunyai ratusan kuntum yang lebih kecil dengan hanya satu batang kepala benih. Pada musim gugur atau musim semi, terkadang sering kita melihat kuntum-kuntum itu terbawa angin, menuju jendela, menuju lapangan, menempel di baju, lewat selintas di depan muka. Bisa saja, dandelion yang kita jumpai di Bawwabah merupakan cabang kuntum dari induk yang tumbuh di Gami’, atau bahkan madrasah. Maka hal kedua yang saya kagumi dari dandelion ini, adalah penyebarannya yang sangat majemuk dan tidak terbatas jarak.
Hanya saja, identik tidak berarti mempunyai sifat yang sama seperti induknya. Rupa dan bentuk boleh serupa, tetapi faktor geologis dimana kuntum-kuntum kecil itu tumbuh sangat berpengaruh. Dari sekian banyak kuntum yang tersebar, berapa banyak probabilitas dari masing-masing kuntum tersebut yang mampu benar-benar tumbuh hingga sama elegannya seperti sang induk? Kurang lebih 35 persen. Berapa banyak kita dapati kuntum-kjuntum tersebut tergeletak begitu saja di jalan, menempel di tiang listrik, masuk ke ruangan, dan berbagai macam kemungkinan lain yang menyebabkan kuntum tersebut tidak menempel di tanah. Mungkin begitu pula dengan para alumni PM Darussalam Gontor.
    Setelah graduasi, masing-masing pribadi mulai menonjolkan watak asli. Seorang santri yang malu mengaku santri. Seorang santri yang lagaknya bukan seperti santri. Seorang santri yang salah bergaul sehingga lupa status dirinya sebagai santri. Seorang santri yang biasa-biasa saja ke-santri-annya.  Atau seorang santri yang sengaja menjual ke-santri-annya agar mendapatkan prestise. Alumni PM Darussalam Gontor sangat beragam. Tapi terlepas dari contoh-contoh negatif diatas, ada satu yang bisa disimpulkan. Mereka semua adalah pemuda-pemudi yang sudah terdidik. Masing-masing dari mereka sudah menggenggam sebuah kunci yang tersimpan di loker hati.
Mari kita lihat sekarang. Tidak usah jauh-jauh kembali ke Nusantara, disini sudah cukup. Dengan agenda raksasa Silaturahim Internasional yang diadakan di Mesir pada tahun 2011, sudah terlihat bagaimana karakteristik pentolan-pentolan para alumni yang tersebar di berbagai negara. Mayoritas mereka yang kuliah di Timur Tengah sanggup menempatkan diri pada posisi sebagaimana mestinya seorang santri bersikap, lengkap dengan seluruh aspek plus-minus yang melekat. Jadi tak heran, disaat bertegur sapa dengan alumni yang kuliah di Madinah atau Syria, ideologi dan corak pikir yang sudah terbentuk saat nyantri tetap tidak berubah. Itu karena mereka hidup di miliu pembelajaran yang dekat dengan kultur Islam nan kental. Tapi tetap dalam tanda kutip, tidak semuanya.
Kalau begini, SI itu sendiri tidak penting. Yang mutlak adalah subtansinya. Fungsi dan kandungan apa yang bisa diperoleh dari SI untuk kemudian diaplikasikan dalam keseharian bersosialisasi saat kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Mereka yang di Indonesia kini serba terjepit.  Hidup dengan tuntutan serba praktis dalam lingkup kosmopolitan dan metropolis, ditambah berbagai masalah pelik krisis para humanis, menjadikan para alumni harus berani menyandingkan idealism mereka dengan wabah pemikiran disekitarnya. Tapi saya salut, wabah tersebut tidak terlalu mendominasi. Sehingga testimony saya di paragraph paling atas tadi bisa terbantahkan.
Apapun itu, tidak mungkin sebuah program berjalan tanpa hikmah. Melepas rindu dengan mendengar petuah kyai-kyai sebagai pengasuh kita saat di pondok itu saja sudah cukup. Belum lagi melihat wajah yang dulu dekat, kini terlepas jarak. Tapi tidak lagi dengan adanya SI ini. Mungkin ke depannya nanti, semoga saja tidak hanya beberapa orang saja sebagai utusan dari masing-masing negeri, akan tetapi seluruhnya. Meski dengan biaya operasional pribadi pun tak mengapa. Siapa sih yang tidak ingin bertukar ilmu dan pengalaman dari negeri seberang?

Protected by Copyscape Duplicate Content Detection Software