(artikel ini pernah diterbitkan di Majalah La Tansa edisi XVIII)
Tahu musuh terbesar yang mungkin akan anda hadapi selama sisa umur hidup anda? Lihatlah ke cermin. Terkadang muka yang muncul benar-benar bisa membuat sakit perut. Saat anda dihadapi beberapa problematika seperti berhadapan dengan kenyataan pahit, terkadang ide yang terbersit yaitu bagaimana kita lari dan meninggalkan semuanya dibelakang. Tapi tetap itu bukanlah solusi, karena selama masalah tersebut tidak kita pecahkan, maka dia akan kembali lagi untuk menghantui hidup kita disaat semua sudah terlihat santai, aman, nyaman dan tenang. Seperti bom waktu yang dapat meledak sewaktu-waktu. Dalam hidup, kita seperti itu.
Sekarang mari kita bicara masalah waktu. Apa hanya hemat penulis saja atau memang begitu realitanya? Setiap kali ada perkumpulan selalu saja tepat waktu - sejam dari waktu yang tertulis di agenda atau waktu yang telah disepakati, bahkan lebih. Apabila di pamflet tertulis acara akan dimulai jam delapan pagi, maka sudah menjadi rahasia umum apabila nantinya acara dimulai jam sembilan. Bukan hanya perkumpulan-perkumpulan kroco saja, bahkan probabilitas acara-acara resmi yang melibatkan staf KBRI dimulai tepat waktu sesuai agenda bisa ditaksir hanya mencapai 30%. Sampai muncul slentingan konyol yang sudah tidak asing lagi, CLT (satuan waktu Kairo) merupakan singkatan dari Cairo Long Time – anekdot dari jam karet paling molor dalam dinamika Masisir.
Bukan bersikap skeptis atau ofensif, penulis sendiri juga sadar dan 'sedikit' mempraktekannya. Tetapi jika hal ini dibiarkan berlanjut, maka Masisir akan kekurangan idealisme paling penting dalam hidup, yaitu efisiensi waktu. Terlihat sepele, tetapi waktu tidak pernah berjalan mundur, ia selalu berlalu. Saat-saat dimana kita pernah berbuat salah, apakah kita dapat mengulanginya kembali seperti dulu? Meminta maaf dan membuatnya seakan-akan semua kembali normal, tetapi hidup tidaklah sesimpel film Doraemon dengan laci mesin waktu. Ada pepatah yang mengatakan hidup itu bagaikan roda berputar, akan selalu maju terus dan tidak pernah mundur. Memang harus begitu. Kita melakukan kesalahan, boleh. Kita juga gagal, why not? After all, kita semua hanyalah makhluk biasa yang diciptakan olehNya sebagai manusia yang lemah-nestapa. Seperti yang Ia firmankan dalam kalamNya dalam Surat Al-Ma'arij ayat 19: "Sesungguhnya manusia itu diciptakan lemah." Tetapi Allah telah menganugerahkan kepada kita sesuatu yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya, yaitu akal dan kebijaksanaan.
Memang benar semua yang telah terjadi tidak akan bisa terulang, itu fakta. Tetapi dengan akal dan kebijaksanaan yang dianugerahkan olehNya, maka seharusnya kita bisa menjadikan yang lalu sebagai pengalaman lalu kita petik sebagai ibroh. Tetapi banyak juga diantara kita yang belum sadar-sadar juga. Sudah jatuh di lubang yang sama, malah jatuhnya semakin dalam. Sudah tahu di depan ada tembok, jangan berjalan terus, eh tetap ditabrak. Bagaimana kriteria orang-orang yang seperti ini? Mereka itulah yang mengenakan 'kacamata hitam' kepada dunia. Bukan 'hitam' yaitu selalu melihat apa yang muncul didepannya adalah sesuatu yang selalu buruk, bukan, melainkan mereka yang apatis, cuek bebek dan kebal terhadap solidaritas dan empati. Dan sekarang coba kita kaitkan dengan waktu.
Ambil sebuah contoh dalam dinamika Masisir, andaikan pada hari Ahad ada pertemuan A di aula B pada jam sekian. Lantas ada salah satu peserta saat menerima undangannya berpikiran seperti ini: "Ah, paling-paling acaranya diundur dua jam seperti biasa." Kemudian pada hari-H, disaat temannya akan menghadiri acara tepat waktu, dia berkata seperti ini. "Alah, ngapain juga kamu datang tepat waktu. Gak bakalan ada yang dateng jam segini." Kemudian temannya terpengaruh sehingga ikut-ikutan telat. Ada dua kesalahan. Kesalahan pertama terletak pada peserta yang berpikiran apabila dia datang tepat waktu, dianggapnya sebagai hal yang percuma, karena pola pikir yang terbentuk di Masisir pada umunya adalah CLT seperti yang tertulis di atas. Kesalahan kedua, yaitu temannya. Seandainya dia mempunyai prinsip yang kokoh dan defense-mechanism yang baik, maka dia tidak akan semudah itu terpengaruh dan tetap hadir tepat waktu, sebagai contoh bagi kawan-kawannya yang lain, tetapi kenyataannya tidak. Dan jika hal ini selalu terulang dan berlanjut terus, maka yang akan tercipta adalah Masisir tanpa prinsip, seperti rangka tanpa jiwa. Dan kunci-kunci masa depan seperti yang dikatakan Bung Karno dulu yang konon katanya terletak di atas pundak para pemuda generasi kini, akan menjadi omong kosong belaka.
Apalagi seperti yang penulis rasakan, setelah setahun menganggur tanpa berbuat apa-apa, lantas kuliah pada tahun pertama langsung dijubeli dengan berbagai-macam kegiatan organisasi, almamater, kekeluargaan, dll. Bukan mengeluh, malah penulis merasa besar hati. Bayangkan saja, tahun pertama kuliah sudah harus bergulat dengan seluk-beluk keorganisasian di Masisir, jika kita berpikiran positif, maka nantinya pada tahun kedua kita bisa lebih terjun lebih dalam ke aktifitas tersebut atau mungkin mengalihkannya ke aktifitas-aktifitas yang lain lagi. Ditambah dengan kewajiban kita membagi waktu yang secara tak langsung bisa membikin kita semakin matang, apa yang kurang coba? Mustinya kita bisa lebih menekuri Surat Al-Ashr dari ayat satu sampai terakhir. Seandainya saja semua orang bisa melihat ke balik cermin dan berpikiran seperti ini. A race against the Clock akan menjadi sesuatu yang tak mustahil.
Glossary:
Masisir: Mahasiswa Indonesia di Mesir
3 comments:
Yunna kembali di tengah ujian sekolah.......
April 7, 2010 at 8:56 PMAwardmu udah ku pajang lho.....
hadapi setiap situasi yang terjadi, tak ada istilah lari dari kenyataan,
August 4, 2011 at 3:12 AMterima kasih
Dea Situmorang
x>Dea Situmorang: pastinya, tapi tdk smua stuasi musti dhadapi. bkn brarti bilang kabur, trtp hal2 yg mnyebbkn kselamatan jwa, nah, itulah :)
August 7, 2011 at 6:51 AMPost a Comment